Dalam mencoba memahami makna dari suatu ayat, terkadang kita perlu memahami hakikat dari ayat tersebut, dan bukan hanya memahami makna literal (harfiah) dari ayat tersebut.
Ada dua contoh yang ingin saya ilustrasikan:
Contoh pertama adalah QS 5:38 mengenai potong tangan untuk pencuri.
Di sini ada tiga kata yang kurang jelas maknanya dan dapat diperdebatkan, yaitu definisi dari mencuri (termasuk hisab barang), makna dari "potong" apakah ia secara literal ataukah kiasan, dan juga definisi dari "tangan". Saya pribadi percaya bahwa kata "potong" di sini berarti harfiah (literal), yaitu benar-benar memotong tangan.
Namun, definisi dari "tangan" inilah yang debatable. Apakah yang dimaksud tangan di sini adalah telapak tangan, ataukah sampai pergelangan tangan, sampai lengan, atau sampai siku?
Nah, saya berpendapat bahwa kebanyakan fungsi tangan seperti dalam memegang sesuatu, misalnya untuk makan (memegang makanan/sendok/sumpit), memegang alat tulis, mengetik hape, dlsb. hampir seluruhnya dilakukan oleh jari-jari tangan kita. Oleh karena itu, saya melihat bahwa hakikat dari tangan lebih banyak terdapat pada jari-jari tangan. Dengan demikian, jika ingin menghukum pencuri, cukup jari-jari tangan si pencuri saja yang dipotong, dan ia sudah tidak dapat memanfaatkan sebagian besar fungsi yang dapat dilakukan oleh tangan.
Contoh kedua adalah peranan dari seorang wali (atau auliya dalam bentuk jamaknya), sebagaimana yang sering diperdebatkan belakangan ini. Apakah wali itu berarti teman setia, ataukah ia berarti sekutu, penolong, ataukah ia berarti pemimpin? Saya pikir, semuanya mungkin benar, namun yang lebih penting dari semua itu adalah pertanyaan: apakah fungsi dari wali/auliya tsb? Menurut saya, hakikat dari seorang wali adalah jika ia memberikan petunjuk kepada kita, seperti disinggung dalam QS18:17 waliyam mursyida.
Sehingga, menurut saya, tidak penting jika kita menjadikan non-muslim sebagai teman atau sebagai gubernur, sepanjang kita tidak menjadikannya sebagai waliyam mursyida. wa Allahu a'lam.
Senin, 28 November 2016
Jumat, 11 November 2016
Beriman kepada Kitab Sebelum Al Quran
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya dan
kepada Kitab yang diturunkan sebelumnya … (QS 4:136)
Saya tertarik kepada ayat ini karena ayat ini memerintahkan
kita orang-orang beriman untuk beriman kepada sebuah kitab sebelum Al Quran. Kata sebuah di sini
harus saya garis bawahi karena kata “kitab” tersebut dinyatakan dalam bentuk
tunggal (singular), yang artinya ia
hanya ada satu kitab.
Saya berpendapat bahwa beriman kepada Kitab sebelum Al Quran
itu tidak cukup hanya sekedar percaya bahwa dulu pernah ada Kitab sebelum Al
Quran yang diturunkan kepada Nabi sebelum Muhammad. Analoginya adalah seperti
beriman kepada Allah tetapi tidak beramal saleh. Kalau kata Yakobus, “kamu
pecaya bahwa hanya ada satu allah saja? Itu bagus, namun iblis pun juga
berpendapat demikian”.
Tidak ada manfaatnya jika kita percaya bahwa Allah itu ada
dan Allah itu esa jika kita tidak pernah mengikuti perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Demikian juga halnya dengan beriman kepada Kitab sebelum Quran,
tidak ada gunanya bagi kita untuk percaya bahwa Kitab tsb memang benar pernah
ada, namun sekarang sudah hilang, tanpa kita pernah berusaha untuk melaksanakan
apa yang terkandung di dalam Kitab sebelum Quran tersebut.
Kemudian saya mencoba untuk menafsirkan kitab sebelum
diturunkannya Al Quran, kitab apakah yang dimaksud tsb?
Saya mempunyai tiga alternatif jawaban.
Yang pertama, yang dimaksud kitab di sini adalah the Bible
atau Alkitab secara keseluruhan. Hal ini didukung antara lain oleh terjemahan
Quran berbahasa Inggris oleh Muhammad Sarwar yang merupakan seorang syiah.
Namun kemudian saya menyadari bahwa pendapat ini lemah karena the Bible atau
Alkitab yang kita kenal sekarang ini banyak terdapat kontradiksi di dalamnya.
Bagaimana mungkin kita beriman kepada sebagian ayat Alkitab namun ingkar
terhadap ayat Alkitab yang lain?
Alternatif kedua, yang dimaksud kitab disini adalah Kitab
Musa, yaitu sebuah Kitab yang benar-benar ditulis langsung oleh Nabi Musa
sendiri. Di dalam Kitab Keluaran Pasal 24 ada disebutkan bahwa Nabi Musa
menuliskan sebuah kitab yang disebut Kitab Perjanjian. Saya menduga bahwa Kitab
Perjanjian itulah yang disebut sebagai Kitab Musa di dalam Al Quran. Perlu
diperhatikan bahwa Kitab Musa ini tidak sama dengan Kitab Taurat, karena tak
sekalipun Al Quran pernah menyatakan bahwa Taurat itu diturunkan kepada Nabi
Musa. Ada beberapa ayat yang mendukung alternative kedua ini, antara lain QS
46:12 dan QS 32:23.
Namun, menurut saya ada dua alasan yang melemahkan
alternatif ini.
Pertama, di dalam Al Quran dijelaskan dalam beberapa ayatnya
bahwa Kitab Musa itu diturunkan untuk bani Israil, sedangkan kita bukanlah
orang Israel.
Kedua, terdapat aturan-aturan dalam Kitab Musa yang berbeda
dengan aturan-aturan di dalam Islam. Misalnya di dalam Kitab Musa dijelaskan
mengenai Hari-Hari Raya umat Israel yang tentunya berbeda dengan hari-hari raya
umat Islam.
Alternatif ketiga yang merupakan pendapat yang saya pegang
saat ini adalah bahwa yang dimaksud dengan Kitab sebelum Al Quran di dalam QS
4:136 ini adalah Kitab Injil. Ada beberapa alasan yang membuat saya berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan beriman kepada Kitab sebelum Quran adalah beriman
kepada Injil:
1.
Kitab yang diturunkan tepat sebelum Al Quran
adalah Kitab Injil. Sedangkan Kitab Musa atau Kitab Taurat misalnya, telah
diturunkan jauh sebelum ada Kitab Injil. Demikian juga Kitab Mazmur yang sudah
ada sejak ratusan tahun sebelum Kitab Injil.
2.
Sama halnya dengan Al Quran, nampaknya Kitab
Injil diturunkan untuk semua umat manusia, terutama kepada bangsa gentiles atau non-Israel. Hal ini
dibuktikan dengan penamaan Kitab tsb yang menggunakan bahasa non-Ibrani, yaitu
bahasa Yunani.
3.
Di dalam Injil tidak ada perintah atau aturan
yang berlawanan dengan Al Quran. Artinya, menurut saya kita bisa mempraktekkan
ajaran Al Quran dan ajaran Injil sekaligus. Berbeda halnya dengan Kitab Taurat
yang ternyata ada peraturan di dalamnya yang berlawanan dengan Al Quran,
misalnya di dalam Taurat ada ayat yang menyatakan bahwa unta itu haram,
sedangkan di dalam Al Quran jelas-jelas dinyatakan bahwa unta itu halal.
4.
Di dalam tafsir Qurthubi ketika membahas
mengenai surah Al Imran ayat 3 (QS 3:3) diketengahkan sebuah hadits yang saya
tidak ketahui statusnya yang menyatakan bahwa di akhir zaman nanti aka nada
sekelompok umat yang hafal Kitab Injil. Saya menduga bahwa sekelompok umat tsb
adalah umat Islam yang menghafal Injil.
5.
Isi dari Ktab Injil yang asli relatif lebih
mudah ditelusuri dibandingkan kalau kita ingin merekontruksi Kitab Musa atau
Kitab Taurat misalnya. Saya percaya bahwa Injil Yang asli tidak terlalu jauh
berbeda dengan apa yang para sarjana Alkitab (biblical scholars) sebut sebagai the Lost Gospel Q atau Injil Q yang Hilang, yang kurang lebih
merupakan material yang terdapat di Injil Matius dan Lukas (double tradition)
namun tidak ada di Injil Markus.
Sebagaimana telah saya sampaikan di atas, tidak ada gunanya jika kita hanya sekedar
percaya bahwa Kitab Injil itu memang benar diturunkan kepada Nabi Isa, namun
pada saat yang sama kita mencemooh ajaran-ajaran Nabi Isa yang tertuang di
dalam Injil.
Edited 22 Juni 2017
Alternatif keempat adalah bahwa yang dinaksud dengan Kitab sebelum Al Quran adalah Kitab Musa (seperti alternatif kedua) dimana Kitab Musa di sini adalah apa yang serupa dengan Shapira Manuscript. Shapira Manuscript adalah naskah kuno yang berisi versi lain dari Kitab Ulangan yang diklaim oleh Moshe Shapira berusia ribuan tahun. Boleh dibilang bahwa Shapira Manuscript ini versi ringkas (namun lebih original?) dari Kitab Ulangan. Dalam Shapira Manuscript terdapat "Hukum yang Terutama" dan "Sepuluh Perintah" yang menurut saya merupakan intisari dari Alkitab Perjanjian Lama atau the Jewish Bible. Dengan demikian, saat ini saya menduga bahwa Shapira Manuscript atau apa yang serupa dengannya inilah yang harus diimani oleh setiap orang beriman.
Wa Allahu a’lam.
Edited 22 Juni 2017
Alternatif keempat adalah bahwa yang dinaksud dengan Kitab sebelum Al Quran adalah Kitab Musa (seperti alternatif kedua) dimana Kitab Musa di sini adalah apa yang serupa dengan Shapira Manuscript. Shapira Manuscript adalah naskah kuno yang berisi versi lain dari Kitab Ulangan yang diklaim oleh Moshe Shapira berusia ribuan tahun. Boleh dibilang bahwa Shapira Manuscript ini versi ringkas (namun lebih original?) dari Kitab Ulangan. Dalam Shapira Manuscript terdapat "Hukum yang Terutama" dan "Sepuluh Perintah" yang menurut saya merupakan intisari dari Alkitab Perjanjian Lama atau the Jewish Bible. Dengan demikian, saat ini saya menduga bahwa Shapira Manuscript atau apa yang serupa dengannya inilah yang harus diimani oleh setiap orang beriman.
Wa Allahu a’lam.
Rabu, 02 November 2016
The Good News of the Kingdom of God
The Law and the Prophets were proclaimed until John; since that time the gospel of the kingdom of God has been preached, and everyone is forcing his way into it (Luke 16:16)
Fakta: Injil Q diawali oleh kisah Yohanes Pembaptis
Fakta: Injil Q diawali oleh kisah Yohanes Pembaptis
Selasa, 01 November 2016
Jangan Berpamitan
Di dalam Injil ada tertulis, barangsiapa yang telah "dipanggil", namun ia masih menghadap ke belakang, maka ia tidak layak.
Saya memahami pernyataan tersebut adalah dalam kasus-kasus tertentu saja. Misalnya ada seorang pemuda yang "terpanggil", namun ia ingin berpamitan dulu dengan orang tuanya. Boleh jadi, ketika ia berpamitan atau mohon doa restu dari orang tuanya, orang tuanya khususnya ibnunya tidak merestui atau tidak menyetujui kepergiannya. Dalam kasus tsb, tentu si pemuda akan menghadapi dilema, antara memenuhi panggilan mesias atau menuruti orang tuanya. Jadinya malah buah simalakama. Mungkin itu sebabnya mengapa Yesus melarangnya berpamitan, agar si pemuda tidak perlu menghadapi dilema tsb.
wa Allahu a'lam.
Saya memahami pernyataan tersebut adalah dalam kasus-kasus tertentu saja. Misalnya ada seorang pemuda yang "terpanggil", namun ia ingin berpamitan dulu dengan orang tuanya. Boleh jadi, ketika ia berpamitan atau mohon doa restu dari orang tuanya, orang tuanya khususnya ibnunya tidak merestui atau tidak menyetujui kepergiannya. Dalam kasus tsb, tentu si pemuda akan menghadapi dilema, antara memenuhi panggilan mesias atau menuruti orang tuanya. Jadinya malah buah simalakama. Mungkin itu sebabnya mengapa Yesus melarangnya berpamitan, agar si pemuda tidak perlu menghadapi dilema tsb.
wa Allahu a'lam.
Langganan:
Postingan (Atom)