Menurut tradisi Islam saat ini, berat satu dinar ditetapkan
sebesar 4,25 gram, sedangkan berat dari satu dirham sebesar 2,975 gram, atau tepat 7/10
(70%) dari berat dinar. Nah, mengapa harus dibedakan antara berat dinar dengan
dirham, sementara dunia internasional tidak membedakakan berat antara emas dan
perak. Dunia internasional mengukur berat emas dan perak dengan satuan yang
sama, yaitu dengan menggunakan troy ounce
(oz), atau dengan menggunakan satuan gram. Dengan demikian, jika misalnya kita
membeli emas batangan atau membeli koin perak dari luar negeri, biasanya
menggunakan salah satu dari kedua standar berat tersebut, misalnya emas
batangan 2 gram, silver bar 10 gram,
koin emas 1/10 oz, koin perak 1 oz, dan sebagainya. Namun kenapa di dunia Islam
harus dibedakan antara berat emas dan berat perak? Dan pertanyaan yang lebih
penting lagi adalah kenapa satuan dinar itu seberat 4,25 gram, dari mana angka
ini didapatkan?
Istilah dinar dan dirham sebenarnya bukanlah istilah asli
dalam dunia Islam, melainkan merupakan adopsi dari dunia barat, atau tepatnya
Romawi dan Yunani. Kata dinar berasal dari kata denarius, yaitu koin perak yang lazim dipakai pada masa Romawi
kuno, sedangkan kata dirham berasal dari kata drachma, yaitu koin perak yang digunakan pada masa Yunani kuno.
Adapun berat dari satu drachma sekitar 4,3 gram lebih sedikit, sedangkan berat
dari satu dinar sekitar 4,5 gram, atau tidak terlalu berbeda jauh dengan berat
dari satu koin drachma. Kita bisa melihat bahwa ternyata berat dinar dan dirham
dalam dunia Islam ternyata tidak sama dengan berat koin drachma dan koin
denarius yang asli. Lalu, kenapa berat koin dirham dalam dunia Islam berbeda
cukup jauh dengan berat koin drachma yang asli, dan juga berat koin dinar dalam
dunia Islam berbeda dengan berat koin denarius Romawi?
Dari berbagai informasi di internet yang saya baca, ternyata
fiqih Islam menetapkan sendiri berat dari satu dinar. Dalam fiqh Islam, berat
dari satu dinar ditetapkan sama dengan berat satu mitsqal, dimana berat dari
satu mitsqal adalah seberat 72 butir gandum (grain) yang dipotong kedua ujungnya.
Nah, yang jadi pertanyaan adalah kenapa butiran gandum tersebut harus dipotong
kedua ujungnya? Sebenarnya dunia internasional pun juga menggunakan butiran
gandum (grain) sebagai patokan ukuran, di mana berat dari satu butir gandum
menurut standar internasional ditetapkan seberat 0,06479891 gram. Satu troy
ounce ditetapkan seberat 480 grains, sehingga berat 1 oz = 31,103 gram
Nah, jika seandainya dunia Islam menggunakan satu gandum
utuh sebagai patokan -dan bukan gandum yang dipotong kedua ujungnya- maka kita
akan mendapatkan berat satu mitsqal atau
satu dinar itu semestinya adalah 4,66 gram, bukannya 4,25 gram. Namun karena
gandum tersebut disunat kedua ujungnya, maka berat dari satu mitqal pun ikut tersunat menjadi 4,25
gram. Nah, inilah sebabnya saya kurang sreg menggunakan satuan dinar atau
dirham karena memotong gandum tersebut tidak ada standarnya, bisa terlalu
pendek, dan bisa terlalu panjang, yang pada gilirannya membuat ukuran berat
dari mitsqal pun bisa berubah-ubah. Saya lebih suka menggunakan satuan yang lebih pasti, yaitu menggunakan butir
gandum utuh yang beratnya sudah ditetapkan oleh dunia internasional yaitu
seberat 0,06479891.
Kemudian selanjutnya, kenapa juga dunia Islam harus
membedakan berat antara dinar emas dan dirham perak. Sebagaimana telah
disebutkan di atas, berat dari satu dirham perak ditetapkan sebagai 7 per 10
(70%) dari satu dinar, sehingga berat dari satu dirham perak adalah seberat
2,975 gram. Menurut saya, perbedaan berat ini akan membuat kita sulit untuk
mengetahui berapakah rasio nilai dari harga emas dan perak. Misalkan di dalam
fiqih ada disebutkan bahwa nilai dari tiga dirham setara dengan nilai dari
seperempat dinar. Dari ketetapan tersebut kita akan mendapatkan bahwa di dalam
dunia Islam dulu nilai satu dinar setara dengan nilai dari 12 dirham (1:12).
Namun, karena dinar dan dirham ini menggunakan satuan berat yang berbeda, maka
rasionya 1:12 tersebut menjadi tidak tepat. Karena berat dirham hanya 7/10 dari
berat dinar, maka rasio 12 pun harus dikalikan 70%, sehingga membuat rasio yang
tepat antara emas dan perak pada dunia Islam masa lalu sebesar 1 : 8,4. Rasio
emas dan perak sebesar 1:8,4 ini membuat harga perak dinilai terlalu tinggi,
karena setahu saya rasio antara emas dan perak di masa lalu berkisar antara
1:10 hingga 1:15 atau 1:16. Dengan demikian rasio 1:8 membuat harga perak
mengalami overvalued. Di masa kini
bahkan rasio antara emas dengan perak berkisar antara 1:50 hingga 1:70.
Bagaimana semestinya?
Menurut saya, jika kita ingin menggunakan butir gandum (grain) sebagai patokan ukuran berat, maka seharusnya kita tidak usah memotong butiran gandum tersebut, melainkan kita ikuti standar dunia internasional terhadap butir gandum yaitu seberat 0,06479891. Dengan demikian, satu mitsqal yang setara dengan berat 72 butir gandum semestinya beratnya sekitar 4,6 gram. Atau barangkali lebih baik dibulatkan ke atas saja menjadi 5 gram. Atau sebaiknya kita menggunakan satuan berat gram saja dalam mencetak koin dirham perak dan dinar emas, seperti 5 gram, 10 gram, 20 gram, dan sebagainya. Wa Allahu a’lam.
Menurut saya, jika kita ingin menggunakan butir gandum (grain) sebagai patokan ukuran berat, maka seharusnya kita tidak usah memotong butiran gandum tersebut, melainkan kita ikuti standar dunia internasional terhadap butir gandum yaitu seberat 0,06479891. Dengan demikian, satu mitsqal yang setara dengan berat 72 butir gandum semestinya beratnya sekitar 4,6 gram. Atau barangkali lebih baik dibulatkan ke atas saja menjadi 5 gram. Atau sebaiknya kita menggunakan satuan berat gram saja dalam mencetak koin dirham perak dan dinar emas, seperti 5 gram, 10 gram, 20 gram, dan sebagainya. Wa Allahu a’lam.
RELICS
Baru-baru ini saya membrowsing situs nubex.my dan menemukan salah satu koin perak drachma di sana. Koin tersebut konon terinspirasi dari koin perak masa masa kerajaan Sasanid. Yang menarik adalah bahwa berat dari koin perak tersebut adalah 4 gram dan bukan 2,975 gram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar