Dalam berbagai tradisi, perintah pertama yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad adalah perintah Iqra atau perintah untuk membaca, atau mungkin istilah yang lebih tepat dalam bahasa Inggris adalah "to recite". 'To recite' bukan hanya sekedar membaca dalam hati, tetapi lebih seperti mengutip dengan suara keras (atau menjaharkan suara).
Muslim pada umumnya mengartikan perintah Iqra tersebut sebagai perintah bagi Nabi Muhammad untuk membaca Al Quran. Tapi saya tidak sependapat. Mengapa?
Karena pada saat perintah Iqra tersebut diturunkan, belum ada satu pun ayat Quran yang turun sebelumnya, apalagi Al Quran belum ada (dalam bentuk buku). Masalahnya menjadi bertambah rumit ketika ayat pertama tentang Iqra tersebut kemudian disusul oleh turunnya ayat lain, seperti beberapa ayat awal surah Al Qalam (Nuun), dan beberapa ayat awal dari Surah Al Muddatsir dan Al Muzzammil, yang intinya kurang lebih bahwa Nabi diminta untuk mulai berdakwah. Pertanyaan saya, materi apa yang harus didakwahkan oleh Nabi, jika seandainya sampai dengan turunnya surat Al Muddatsir dan Al Muzammil tsb, belum ada inti/pokok materi dakwah yang Allah sampaikaan kepada Nabi, khususnya yang terkait dengan masalah Tauhid atau Keesaan Tuhan. Jangankan masalah Tauhid, bahkan kata "Allah" pun belum terdapat pada beberapa ayat/surat pertama yang diturunkan Allah. Pada saat itu, alih-alih menggunakan nama Allah, kata yang digunakan adalah Rabbuka yang berarti Tuhanmu/tuanmu. Dan pada saat itu pun belum diturunkan ayat-ayat tentang Hari Kiamat, apalagi tentang hukum halal/haram. Jadi, seolah-olah perintah Iqra tersebut adalah perintah untuk membaca buku lain yang bukan Al Quran, namun buku tersebut berisikan "materi dakwah" yang dibutuhkan oleh Nabi seperti tentang keesaan Tuhan sekaligus memperkenalkan Tuhan Pencipta Langit dan Bumi kepada umat manusia, khususnya kepada bangsa Arab dan sekitarnya pada masa tersebut.
Alasan kuat lainnya bahwa perintah Iqra tersebut merupakan perintah untuk Nabi Muhammad (dan juga para pengikutnya) untuk membaca sebuah buku lain (yang bukan Al Quran) adalah ayat awal surah Al Baqarah, di mana tertulis frase "Dzalikal Kitaabu" atau kalau diterjemahkan: KITAB ITU.
Perhatikan bahwa kata yang digunakan adalah Kitab Itu, bukan Kitab Ini. Kalau saja yang Allah maksudkan adalah Al Quran, semestinya frase yang digunakan adalah Kitab Ini, atau Haadzal kitabu .... Dari pemilihan kata ini, saya menyimpulkan bahwa kitab yang dimaksud bukanlah Al Quran.
Selain itu, di dalam Surah Fathir ayat 32 disebutkan bahwa Allah mewariskan (sebuah) Kitab kepada sejumlah hamba tertentu yang dipilihnya. Dalam Tafsir Thabari ada tertulis bahwa kata mewariskan berarti berpindahnya kepemilikan (atas suatu barang) dari suatu kaum kepada kaum lainnya. Dengan definisi berpindahnya kepemilikan tsb maka rasanya sangat janggal jika yang dimaksudkan adalah Al Quran. Karena, sebelum Nabi Muhammad, Al Quran belum ada. Justru Nabi Muhammad-lah pemilik pertama Al Quran. Beliau tidak mewariskan Al Quran dari kaum sebelum beliau.
Sehingga ayat QS 35:32 tsb lebih tepat jika ditafsirkan sebagai kitab selain Al Quran, yang bisa jadi adalah Kitab Kejadian (Genesis), The Bible atau Septuagint, dan/atau Kitab Injil atau the Gospel.
Lalu, buku apakah yang dimaksudkan untuk dibaca oleh Nabi Muhammad beserta para pengikutnya, dan juga seluruh umat manusia pada umumnya? Setelah bertahun-tahun memikirkan hal ini, saya tiba pada sebuah kesimpulan yang cukup memuaskan akal pikiran saya, bahwa kitab yang dimaksud adalah Kitab Kejadian atau the Book of Genesis (Beresheet) yang ada pada Alkitab/The Bible/Tanakh.
Kenapa saya berani menyimpulkan bahwa perintah Iqra tersebut adalah perintah untuk membaca Kitab Kejadian atau the Book of Genesis, atau Bereshit?
Pertama, Kitab Kejadian setahu saya adalah satu-satunya kitab suci di dunia yang diawali dengan penciptaan (alam semesta). Hal ini berkaitan erat dengan ayat pertama yang diturunkan: Iqra bismi rabbikalladzii khalaq. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan apa? Tentunya menciptakan langit dan bumi. Dan Kitab Kejadian memang diawali dengan penciptaan langit dan bumi.
Sebelum saya membahas alasan kedua, ketiga, dan seterusnya, saya ingin menegaskan bahwa Kitab Kejadian atau the Book of Genesis ini tidak ditulis oleh Nabi Musa. Saya percaya kepada documentary hypothesis yang menyatakan bahwa Kitab Taurat atau Pentateuch tidak ditulis oleh satu orang (dalam hal ini Musa), melainkan oleh empat atau lima orang yang berbeda (setidaknya). Para penulis Taurat tersebut oleh para scholars disebut sebagai J (Jahwist), E (Elohist), P (Priestly), D (Deuteronomist), dan R (Redactor). Khusus untuk Kitab Kejadian, ia ditulis oleh J, E, dan P, ditambah R sebagai redaktornya.
Lho, kalau kamu yakin bahwa kitab Taurat yang beredar sekarang ini tidak ditulis oleh Nabi Musa melainkan oleh beberapa orang yang gak jelas, lalu kenapa kamu masih percaya kepada Kitab Taurat?
Masalahnya, Kitab Taurat dalam bentuk yang sekarang ini sudah established sejak abad kedua SM atau bahkan pada abad ketiga Sebelum Masehi. Artinya, jauh sebelum Nabi Muhammad lahir, bahkan jauh sebelum Nabi Yesus lahir, Alkitab sudah bertransformasi kepada susunan seperti yang beredar saat ini, yaitu diawali dengan Kitab Kejadian, disambung Kitab Keluaran (Exodus) dan seterusnya. Kalau saja Taurat/Alkitab atau Kitab Tanakh yang beredar pada masa Yesus sudah berbeda jauh dengan Taurat yang asli, semestinya Nabi Yesus menyampaikan hal tsb kepada para pengikutnya, dan semestinya misi utama Nabi Yesus adalah untuk memurnikan Kitab Taurat, bukan yang lain. Faktanya, dalam beberapa ayat Al Quran dikatakan bahwa Nabi Yesus membenarkan Taurat. Bahkan, dalam surah Al Baqarah dikatakan bahwa Al Quran membenarkan apa yang ada pada mereka (orang Yahudi). Perhatikan bahwa frase yang digunakan bukanlah Al Quran membenarkan Taurat yang asli, melainkan Al Quran membenarkan apa yang ada pada orang Yahudi Madinah pada saat itu, yang kemungkinan besar bahwa kitab Taurat yang ada pada orang Yahudi Madinah sama saja dengan Taurat yang beredar pada masa kini, ataupun kitab Taurat yang beredar pada abad pertama sebelum masehi.
Sekarang kembali kepada alasan kenapa saya percaya bahwa kitab yang dimaksudkan Allah untuk dibaca oleh Nabi Muhammad, atau oleh para pengikut Muhammad, atau bahkan oleh seluruh manusia di muka bumi, adalah Kitab Kejadian, yang merupakan kitab pertama dalam Taurat (Pentateuch).
Alasan kedua adalah bahwa dua ayat pertama yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad tersebut merujuk kepada Kitab Kejadian, dan hanya pada Kitab Kejadian. Bahkan dapat saya katakan bahwa kata per kata dalam dua ayat pertama surah Al Alaq semuanya bisa dicari padanannya atau rujukannnya di dalam Kitab Kejadian atau Bareshit. Kita bahas satu persatu.
Iqra berasal dari kata qara'a, yaqra'u. Al Quran pun memiliki akar kata yang sama dengan iqra, yakni qara'a dan yaqra'u. Yang menarik adalah kata bahwa kat qara'a dan yaqra'u terdapat padanannya dalam Kitab Kejadian Pasal Pertama atau the Book of Genesis Chapter 1 sebanyak dua atau tiga kali (bukan hanya sekali). Ayat kitab Bereshit yang saya maksud adalah Kejadian 1 ayat ke-5, 8, dan ke-10, di mana berbunyi wa yiqra Elohim ... qaraa .... Perhatikan bahwa kata yiqra menggunakan huruf yang sama persis dengan yaqra'u, yakni huruf ya', qaf, dan alif, sedangkan kata qaraa menggunakan kata yang sama persis dengan qara'a, yakni qaf, ra, dan alif.
bismi Rabbika atau dengan nama Tuhanmu. Frase ini mengingatkan saya kepada ayat Kitab Kejadian 12:8, 13:4, 16:13, 21:33, dan 26:25. Selain itu, nama Tuhanmu mengingatkan bagaimana sebutan untuk Tuhan pada Kitab Kejadian pasal kedua, yang sering menyebut Tuhan dengan sebutan YH-- Elohim. YH-- merupakan tetragrammaton, dimana orang-orang Yahudi sangat takut untuk mengucapkannya karena menganggap bahwa nama tetragrammaton tsb suci sehingga tidak boleh diucapkan sembarangan. Untuk menghindari menyebut nama tetragrammaton secara sembarangan, maka sebagian orang Yahudi mengganti tetragrammaton dengan istilah Hashem, atau kalau secara harfiah berarti sang Nama (The Name). Nah, frase Hashem Elohim tersebut mengingatkan saya kepada bismi rabbika yang kurang lebih sama artinya dengan Hashem Elohim (the name of God).
alladzii khalaq. Nah, khalaq di sini berarti menciptakan, yang membuat pikiran saya langsung tertuju kepada kata baraa dalam Kitab Kejadian 1:1 (Bareshit baraa Elohim), 1:21, 1:27, dan 2:4. Mungkin inilah alasan mula-mula yang membuat saya percaya bahwa kitab yang dimaksud adalah Kitab Kejadian, karena setahu saya Kitab Kejadian adalah satu-satunya kitab suci di dunia yang diawali dengan penciptaan.
Sekarang berlanjut ke ayat kedua, khalaqal insaan yang mengingatkan saya pada Kejadian 1:26-27 (versi P) dan Kejadian 2:4-10 (versi J). Beda antara P dan J dalam kisah penciptaan manusia adalah bahwa jika dalam versi P, Tuhan menciptakan manusia (baraa), sedangkan dalam versi J, Tuhan membentuk manusia.
alaq atau darah mengingatkan saya kepada Kejadian 9: 4-6, yang mengidentikkan manusia dengan darah (Bandingkan dengan Imamat 17:14 dan Ulangan 12:23). Begitu juga dalam buku midrash Bereshit Rabbah, ketika mengomentari Kejadian 2:16, yang oleh para rabbi Yahudi disebut-sebut sebagai landasan bagi Tujuh Hukum Nabi Nuh (Seven Laws of Noah). Dalam bahasa Ibrani, Kejadian 2:16 kurang lebih berbunyi sbb: wayitsaw YH-- Elohim al'ha-adam lemor mikol ... dimana setiap kata dalam Kej 2:16 tsb melambangkan satu perintah atau satu larangan, seperti wayitsaw merujuk kepada larangan untuk menyembah berhala (idolatry) , YH-- (tetragrammaton) merujuk kepada larangan menyebut nama TUHAN dengan sia-sia atau blasphemy, Elohim merujuk kepada peradilan, dan alha-adam atau manusia merujuk kepada larangan membunuh atau larangan untuk menumpahkan darah. Nah, ternyata manusia atau ha-adam tsb identik dengan darah.
Last, but not least: khalaqal insaan min alaq. Bagi kita yang tidak memahami bahasa Arab mungkin tidak merasakan keanehan pada ayat ini, yang kalau diterjemahkan menjadi (Dia) menciptakan manusia (insan) dari darah (alaq). Namun, bagi yang memahami bahasa Arab, ada ketidaksinkronan antara kata insan dengan kata alaq. Karena, dalam bahasa Arab, kata insan itu berbentuk tunggal (satu orang), akan tetapi kata alaq berbentuk jamak (bentuk kata tunggal dari darah adalah alaqah). Sehingga normalnya kalimat tsb berbunyi khalaqal insaana min alaqah.
Namun, yang paling menakjubkan buat saya adalah bahwa fenomena penggunaan kata darah dalam bentuk jamak (alaq) namun ditujukan kepada satu orang saja, juga terjadi di dalam Alkitab. Pada kitab apa? Benar, pada Kitab Kejadian, tepatnya Kejadian 4:10-11, yaitu ketika Kain telah membunuh Habel. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, ayat tsb kurleb berbunyi: "... The voice of your brother's bloods cried unto Me from the ground. And now curse are you from the ground which has opened her mouth to receive your brother's bloods from your hand."
Pada intinya, ketika Kain membunuh Habel, pada dasarnya Kain bukan membunuh satu orang saja, melainkan Kain telah membunuh orang-orang yang sebenarnyan ditakdirkan untuk menjadi keturunan Habel. Atau istilahnya, Kain telah membunuh seluruh calon potensial keturunan Habel di masa depan. Oleh karena itu kemudian ditetapkan dalam mishnahnya orang Yahudi, bahwasanya barang siapa membunuh satu orang, maka seaakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia. Sebaliknya, barang siapa menyelamatkan nyawa seseorang, maka seakan-akan ia telah menyelamatkan nyawa seluruh umat manusia (Mishnah Sanhedrin 4:5, bandingkan dengan Al Maaidah 32).
Mungkin, keunikan inilah alasan paling kuat yang membuat saya yakin bahwa kitab yang dirujuk Allah untuk dibaca dalam perintah Iqra tersebut adalah Kitab Kejadian.
Selanjutnya alasan ketiga yang membuat saya percaya bahwa kitab yang dirujuk tsb adalah Kitab Kejadian adalah karena Kitab Kejadian merupakan satu-satunya kitab di dalam Taurat (Pentateuch) yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Sedangkan kitab lainnya dalam Taurat seperti Imamat dan Ulangan jelas-jelas ditujukan hanya untuk bani Israel saja. Akan tetapi Kitab Kejadian, khususnya sepuluh atau 20 bab pertamanya, ditujukan untuk seluruh umat manusia, sehingga ia pun seyogyanya dibaca oleh seluruh umat manusia.
Wa Allahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar