Kamis, 15 Mei 2025

Beriman kepada Kitab Sebelum Al Quran

"Hai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kepada kitab yang diturunkan sebelumnya (sebelum Al Quran). Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh. (An Nisa 136)

Bertahun-tahun saya merenungkan ayat di atas, dan saya mencoba menjawab, kitab apakah yang dimaksud Allah dalam ayat tsb, suatu kitab yang wajib diimani oleh seluruh orang beriman.

Hal ini dipertegas lagi dalam surat Al Qashash ayat 48-49 mengenai dua kitab yang memberikan petunjuk. Jika kitab yang pertama adalah Al Quran, lalu apakah kitab yang kedua tsb?

Dari tahun ke tahun, jawaban saya berubah atau bergeser. Misalnya dari Alkitab (The Bible), tapi the Bible yang mana, apakah Alkitabnya orang Yahudi (Tanakh) atau Alkitabnya orang Kristen (Perjanjian Lama + Baru)? Ataukah yang dimaksud adalah Kitab Taurat yang kita kenal sekarang, yang terdiri dari lima kitab pertama dari Alkitab (Pentateuch)?

Kemudian jawaban saya bergeser kepada Kitab Musa. Yang saya maksud dengan Kitab Musa ini tidak identik dengan Kitab Taurat yang kita kenal sekarang, karena saya tahu bahwa Kitab Taurat yang kita kenal sekarang atau Pentateuch tidak ditulis oleh Nabi Musa, melainkan oleh 4 penulis yang berbeda yakni J, E, P, dan D, ditambah seorang redaktor yang mengkompilasi kitab tsb menjadi Kitab Taurat yang kita kenal sekarang. Kitab Musa yang saya maksud kemungkinan besar adalah semacam Shapira Manuscript, atau versi kuno dari Kitab Ulangan (Deuteronomy atau Devarim) dalam Alkitab.

Sempat juga terbersit dalam pikiran saya bahwa yang dimaksud dengan kitab Musa adalah the Ten Commandments yang ditulis dalam loh batu ditambah dengan the Covenant Code yang terdapat dalam kitab Exodus pasal 20-23. Alternatif lain adalah the Holiness Code yang terdapat dalam Leviticus 17-26.

Kemudian jawaban saya bergeser lagi kepada Kitab Injil. Alasannya karena Kitab Injil sepertinya adalah kitab yang paling cocok untuk dikategorikan sebagai kitab yang diwariskan sebagaimana dimaksud dalam Surat Fathir ayat 32. Karena, tadinya bangsa Yahudi "ditakdirkan" sebagai pemilik asli kitab Injil, namun karena bangsa Yahudi menolak Yesus, maka kemudian kitab Injil tsb diwariskan kepada bangsa lain, yakni bangsa gentiles. Alternatif lain, kitab yang diwariskan tsb adalah Septuagint (LXX) yang ditulis dalam bahasa Yunani, dan juga kitab Jubilee yang diakui sebagai canon Alkitab oleh orang-orang Ethiopia. Semua kitab tsb rasanya cukup memenuhi syarat sebagai kitab yang mengalami perpindahan kepemilikan dari pemilik lama (bangsa Yahudi) menjadi pemilik baru (bangsa gentiles), yang mana hal tsb merupakan definisi dari kata mewariskan, menurut ibnu Jarir Ath Thabari.

Namun, walaupun kitab Injil, misalnya, sangat memenuhi syarat untuk disebut sebagai kitab yang diwariskan sebagaimana dimaksud dalam QS 35:32, terdapat beberapa ayat dalam kitab Injil yang hanya relevan bagi bangsa Yahudi semata. Contohnya, You are the Light of the world, kalian adalah terang dunia. Semestinya ayat ini hanya dikhususkan untuk bangsa Israel. Atau ucapan bahagia mengenai persekusi, dimana bangsa yang paling sering mengalami persekusi di seluruh dunia ini hanyalah bangsa Israel yang sudah mengalaminya sejak ribuan tahun yang lalu sampai puncaknya ketika terjadi Holocaust dalam Perang Dunia kedua. Bahkan dalam Injil pun Yesus menyatakan, " xxx, what credit is that to you? Even the gentiles do the same? Yang artinya perkataan tsb tidak ditujukan untuk bangsa gentiles melainkan terbatas pada umat Yahudi semata.

Setelah mengalami berbagai perubahan pendapat, terakhir ini saya menuju kepada kesimpulan yang mengerucut bahwa yang dimaksud sebagai kitab yang wajib diimani oleh seluruh orang beriman adalah beberapa pasal pertama dari Kitab Kejadian atau the book of Genesis, atau kitab Bereshit. Kesimpulan ini saya peroleh setelah saya kembali kepada permasalahan mengenai ayat Al Quran yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad. Kita semua tahu bahwa ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah perintah untuk membaca kitab suci atau Iqra bismi rabbikalladzii khalaq, khalaqal insaana min alaq.

Nah, dua ayat pertama dari surat Al Alaq tsb mengingatkan saya kepada beberapa pasal pertama dalam Kitab Kejadian atau Bereshit, khususnya Kejadian 1-4. Seluruh akar kata dalam setiap kata yang ada dalam dua ayat pertama dalam surat Al Alaq tsb terdapat padanannya dalam beberapa pasal pertama dalam Kitab Bereshit. Sampai dengan penggunaan kata darah dalam bentuk plural atau jamak, padahal manusia yang dimaksud dalam bentuk singular atau tunggal (bandingkan Al Alaq 2 dengan Beresehit 4:10-11).

Bahkan tidak sampai di situ. Saya percaya bahwa kalau kita hanya sekedar membaca kitab Kejadian dari pasal 1 s.d. pasal 4 tanpa membaca penjelasan atau penafsirannya, maka kita akan melewatkan sangat banyak nuansa di dalamnya. Hal ini antara lain terinspirasi dari ayat Al Quran sendiri yang menyebut-nyebut kata tadarus dalam beberapa ayatnya seperti Al Qlam 37. Oleh karena itu saya percaya bahwa kita perlu membaca penjelasan atau penafsiran dari para rabbi mengenai Kitab Kejadian ini, dimana penjelasan tsb telah ditulis berabad-abad yang lalu oleh para rabbi terdahulu ke dalam suatu kitab yang disebut sebagai midrash rabbah (midrash memiliki akar kata yang sama dengan tadarus). Nah, saya percaya bahwa kita sebagai orang beriman pun perlu membaca kitab midrash rabbah ini khususnya untuk penjelasan beberapa pasal pertama dalam Kitab Kejadian, atau parashat bereishis dalam Sefer Bereshit

Jadi, kini saya cukup yakin dan percaya diri untuk menyimpulkan bahwa kitab yang wajib diimani oleh seluruh orang beriman sebagaimana dimaksud dalam Surah An Nisa ayat 136 adalah Kitab Kejadian atau the book of Genesis atau kitab Bereshit, khususnya beberapa pasal pertama dalam kitab tsb, tidak harus semuanya. Namun, selain beriman kepada kitab Beresehit atau the book of Genesis tsb, kita perlu membaca penafsirannya yang tertuang dalam kitab midrash rabbah Genesis.

Wa Allahu a'lam

Sabtu, 04 Januari 2025

Universalitas Ucapan Bahagia

Inti ajaran Injil terdapat dalam Kotbah di Bukit (Matius 5-7). Dan Kotbah di Bukit diawali dengan sejumlah Ucapan Bahagia (the Beatitudes) yang menurut saya merupakan rekap dari ajaran Yesus. 

Ucapan Bahagia (the Beatitudes) tsb adalah seperti ini:

“Blessed are the poor in spirit,
For theirs is the kingdom of heaven.
Blessed are those who mourn,
For they shall be comforted.
Blessed are the meek (or the humble),
For they shall inherit the earth.
Blessed are those who hunger and thirst for righteousness,
For they shall be filled.
Blessed are the merciful,
For they shall obtain mercy.
Blessed are the pure in heart,
For they shall see God.
Blessed are the peacemakers,
For they shall be called sons of God.
10 Blessed are those who are persecuted for righteousness’ sake,
For theirs is the kingdom of heaven.

Saya pernah menuliskan dalam artikel saya yang lain, bahwa nabi-nabi yang disebutkan dalam QS An Nisa 163 memiliki kesamaan tema dengan setiap ucapan bahagia yang ada. Misalkan, Yesus adalah seorang nabi yang miskin (poor). Kisah Yunus mengajarkan kita tentang pertobatan dan memaafkan (merciful). Ayub adalah seorang nabi yang menderita sedemikian rupa sehingga beliau berduka (mourning). Nabi Harun dikenal sebagai seorang imam yang mengurusi masalah korban dan kesucian (purification) sehingga lekat dengan orang yang suci hatinya. Nabi Sulaiman terkenal dengan kebijakannya sehingga identik dengan orang yang haus dan lapar akan kebenaran dan keadilan. Nabi Daud adalah seorang yang lembut hatinya atau rendah hati (humble/meek)

Nah, apakah keseluruh ucapan bahagia tersebut harus dilaksanakan oleh semua manusia, termasuk bangsa gentiles atau bangsa non-Yahudi? Saya rasa jawabannya adalah tidak. Sebagai contoh, jika semua manusia di bumi ini adalah orang-orang miskin semua, karena mereka semua mengikuti ajaran Yesus misalnya, maka bumi akan menjadi tempat yang tidak ideal. Akan lebih baik jika semua manusia di bumi adalah orang yang kaya, atau paling tidak berkecukupan. Oleh karena itu, saya percaya bahwa tidak semua ucapan bahagia tersebut di atas harus dilaksanakan oleh setiap orang agar bisa masuk ke dalam sorga.

Lalu ucapan mana saja yang mengikat kepada semua orang (semua bangsa) dan mana yang tidak? Saya kembali menggunakan An Nisa 163 sebagai patokan, di mana setiap nabi yang disebutkan dalam An Nisa 163 berkorelasi dengan salah satu ucapan bahagia dalam the Beatitudes

Kita tahu bahwa tidak semua nabi yang disebut dalam An Nisa 163 diutus untuk segala bangsa (gentiles). Misalnya Nabi Yesus di dalam Quran maupun di dalam Injil Matius dinyatakan hanya diutus untuk bangsa Israel. Begitu juga Nabi Harun jelas-jelas diutus khusus untuk bangsa Israel.

Akan tetapi Nabi Ayub jelas-jelas bukan orang Israel, sehingga tema Nabi Ayub yang lekat dengan suffering dan mourning juga berlaku untuk bangsa gentiles. Demikian juga Nabi Yunus yang diutus untuk penduduk Niniwe, yaitu bangsa gentiles, maka tema kisah Nabi Yunus yaitu mengenai pertobatan dan memaafkan juga relevan untuk bangsa gentiles. Sedangkan untuk Nabi Sulaiman dan Nabi Daud, karena keduanya adalah seorang raja yang bukan hanya memerintah bangsa Israel namun juga bekerja sama dengan bangsa lain, maka saya percaya bahwa tema kedua nabi tsb (hunger and thirst for righteousness and being humbe) bersifat universal.

Dengan kata lain, terdapat tiga ucapan yang tidak wajib diterapkan oleh bangsa gentiles, yakni menjadi miskin, suci hatinya (karena memang hampir tidak ada manusia yang benar-benar suci hatinya), dan pembawa damai.

Sedangkan ucapan selain yang tiga tadi dapat diterapkan oleh semua bangsa. Misalkan suffering, hampir semua orang dalam berbagai tingkatan pernah menderita, atau minimal pernah merasa menderita. Entah itu karena kesulitan ekonomi, dililit utang, masalah pekerjaan yang sangat menguras waktu dan tenaga, masalah kesehatan, karena keluarga yang meninggal dunia sebelum waktunya, anggota keluarga yang bermasalah, karena punya tetangga dengan perangai buruk, dan sebagainya.

Begitu juga dengan sifat merciful, hendaknya dimiliki oleh semua orang. Karena jika kamu tidak bisa memaafkan kesalahan orang lain maka Tuhan juga tidak akan mengampuni kesalahanmu. Dan dalam tulisan saya yang lain, saya pernah menghubungkan sifat merciful ini dengan dosa mencuri (theft, do not steal) yang merupakan salah satu larangan dalam tujuh hukum Nabi Nuh (the Seven Laws of Noah). Nah, beberapa rabbi menyatakan bahwa larangan pencurian ini merupakan salah satu hukum yang paling sulit untuk diterapkan. Karena masalah pencurian dapat meliputi berbagai aspek yang luas, termasuk masalah hak cipta (menonton film bajakan), bermain HP pada saat jam kerja, lembur fiktif, tidak membayar utang, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, karena kebanyakan orang termasuk kita sendiri mungkin pernah melanggarnya, walaupun dalam skala yang kecil, maka kita pun harus memaklumi hal tsb dan bersedia memaafkan orang lain. 

Kemudian, masing-masing orang didorong untuk lapar dan haus akan kebenaran dan keadilan. Atau, setiap orang sangat dianjurkan untuk belajar ilmu agama, sehingga masing-masing memiliki hikmah. Well, mungkin tidak semua orang diwajibkan untuk belajar ilmu agama sampai tingkat tinggi, karena hanya sebagian orang saja yang memiliki kapasitas untuk menuntut ilmu sampai tingkat tertinggi, misalnya hakim-hakim atau ahli ilmu atau ahli fikih.

Sedangkan untuk sikap rendah hati, maka setiap orang diwajibkan untuk memiliki sifat rendah hati atau humble, atau dengan kata lain setiap orang wajib menjauhi sifat sombong atau arogan. Karena barang siapa meninggikan dirinya sendiri maka ia akan direndahkan, sedangkan siapa yang merendahkan dirinya sendiri maka ia akan ditinggikan.

Wa Allahu a'lam


Jakarta, 4 Januari 2025